Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tengah fokus menyelesaikan persidangan yang dijalaninya. Plt Gubernur DKI Sumarsono mengatakan Ahok akan kembali dinonaktifkan usai cuti dan aktif kembali menjadi Gubernur DKI.
Prosesnya memang agak berbelit. Usai cuti, Ahok harus diaktifkan sebagai Gubernur DKI. Namun pengaktifan jabatan DKI 1 itu akan segera disusul dengan penonaktifan.
"Ini artinya proses ini kan makanya pak Mendagri bilang prosesnya setelah cuti dia aktif jadi nonaktif kembali. Jadi jangan menonaktifkan orang yang nonaktif gitu loh maksudnya," kata Sumarsono di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Sumarsono mengatakan keputusan itu dibuat langsung dari pemerintah pusat. Pemprov DKI hanya menerima informasi dan menjalankan sesuai keputusan.
"Soal pencabutan itu ya urusan Presiden nanti melalui Kemendagri prosesnya. Tapi statusnya sekarang, statusnya apasih pak Ahok sekarang? Nonaktif. Kalau pemberhentian sementara apa? Menonaktifkan. Sekarang bagaimana cara menonaktifkan orang yang nonaktif? Sama dengan membunuh orang yang sudah mati," canda Sumarsono.
Sumarsono mengarakan, status Ahok saat ini hanya dinonaktifkan bukan diberhentikan.
"Pemberhentian sementara itu sifatnya menonaktifkan kepala daerah agar bisa konsentrasi mengikuti proses peradilan, itu pengertiannya. Jadi menonaktifkan kepala daerah yang kena kasus hukum dengan maksud bisa konsentrasi," papar Sumarsono.
"Nah status pak Ahok itu seorang sudah nonaktif. Sekarang problemnya apa ya menonaktifkan orang yang sedang berstatus nonaktif. Ini kan dilema. Karena itukan adalah urusan Kemendagri. Plt hanya terima informasi saja," imbuhnya.
Cuti kampanye Ahok akan selesai pada 11 Februari nanti. Kini Ahok didakwa melakukan penodaan agama dan masih akan menjalani rangkaian sidang.
Dalam dakwaan primair, Ahok didakwa dengan pasal 156 a huruf a KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun. Sedangkan untuk dakwaan subsidair, Ahok didakwa dengan pasal 156 KUHP.
Dalam Pasal 86 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal itu disebutkan setiap kepala daerah yang menjadi terdakwa dan menjalani persidangan akan diberhentikan sementara dari jabatannya. Berikut ini bunyinya:
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Source: detikcom
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.