JAKARTA - Orderan fiktif Go-Food yang dialami oleh seorang pegawai bank bernama Julianto S, diduga akibat lemahnya proses verifikasi di perusahaan GoJek, perusahaan induk Go-Food. Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa bukti lemahnya proses verifikasi orderan karena titik masalah ada pada verifikasi yang kurang ketat. Menurutnya siapapun dengan email dan nomor telepon bisa melakukan pembuatan akun baru bahkan mengatasnamakan orang lain. ”Kasus order fiktif ini mungkin puncak dari sistem yang kurang ketat. Pertama, termasuk inetgrasinya. terkait pendaftaran yang seharusnya memakai indentitas KTP,
Kedua, terkait respon akan laporan order fiktif yang sangat lambat seharusnya dengan banyaknya laporan, pihak Go-Jek bisa melakukan langkah blokir maupun antisipasi selanjutnya,” tulis chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini kepada Okezone, Sabtu (8/7/2017). Verifikasi dengan identitas KTP, menurut Pratama, Paling tidak ini membuat satu identitas nomor KTP hanya bisa membuat satu akun. harus diikuti integrasi dengan sistem e-KTP.
"Ini penting untuk semua layanan transposrtasi online, selain mencegah order fiktif juga sebagai langkah preventif para begal kendaraan bermotor melakukan order untuk menyasar driver ojek online sebagai korban," tulisnya. “Go-Jek dan semua layanan transportasi online harus memperketat verifikasi pendaftaran. Namun di sini pemerintah juga punya penting, karena pendaftaran itu dengan nomor selular. Artinya untuk menekan tindak kejahatan, pemerintah juga harus tegas memperketat pendistribusian nomor telepon. Jangan sampai satu orang dengan mudah punyak 10 sampai 20 nomor telepon,” terang mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini. Bisa jadi kasus yang menimpa Julianto dan Dafi juga terjadi di tempat lain. Pratama berharap Go-Jek sebagai layanan transportasi online milik anak bangsa bisa proaktif menyelesaikan masalah serupa.
“Saya berharap Go-Jek dan layanan lain serupa tetap memperhatikan respon cepat terhadap laporan order fiktif maupun semacamnya. Dengan infrastruktur dan SDM yang mumpuni seharusnya driver bisa merasa aman dan masyarakat juga terlindungi dari tindakan order fiktif yang bisa menimpa siapa saja,” terangnya.
Source: Okezone.com
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.