Jaring Mimpi Sekolah Maritim

Jannet 00.11
Jaring Mimpi Sekolah Maritim
SMK Maritim yang ada di Kepulauan Aru ini akhirnya punya murid-murid baru. Meski berkurang tujuh, sekolah kejuruan ini keliatan teguh ngejaring pengalaman hidup dan mimpi-mimpi baru

SMK Maritim yang ada di Kepulauan Aru ini akhirnya punya murid-murid baru. Meski berkurang tujuh, sekolah kejuruan ini keliatan teguh ngejaring pengalaman hidup dan mimpi-mimpi baru untuk berjaya di laut Arafuru.

Apa rasanya masuk di tahun ajaran baru, namun bukan cuma dapet buku dan tas aja yang baru, tapi kelas bahkan bangunan sekolah juga baru. Pasti menyenangkan, bukan? Hal itu yang bikin temen-temen di pedalaman seperti di SMK Kelautan dan Perikanan yang ada di Benjina, Kepulauan Aru ini bahagia. Mungkin, tadinya membayangkan baunya cat tembok baru di dinding kelas sudah sangat menggembirakan meski pada kenyataannya sekolah mereka ini justeru baru akan dibangun, bahkan lebih tepatnya lagi peletakan batu pertamanya baru diresmikan pada pertengahan September lalu. 

Terpaksa dalam masa pembangunannya itu, untuk sementara waktu, sekolah kejuruan satu-satunya di Benjina ini harus menumpang di salah satu ruang kelas milik SD Inpres terlebih dulu. Pasalnya kalo kelamaan ditunda melulu, murid-murid di sini bisa mati kebosanan nunggu.

"Tadinya ada 30 siswa yang udah mendaftar tapi karena kelamaan nunggu (KBM.red), 7 orang lainnya pindah ke sekolah lain," cerita Renita, guru di SMK Maritim yang dilabeli SMKN 2 Benjina itu. Eits, jangan terkecoh namanya dulu. Pemberian angka itu merujuk ke data sekolah se-Kepulauan Aru di mana SMK ini jadi SMK Negeri kedua yang ada di seluruh Kepulauan Aru, Maluku.

Nyimak langsung cerita Bu Renita ini, saya ngerasain ada kemiripan cerita anak-anak di Kepulauan Aru dengan kisah pembuka film Laskar Pelangi. Cuma bedanya, kalo Bu Mus khawatir nggak dapet sepuluh murid baru untuk menuhin kuota minimal kelasnya, nah di SMKN 2 Benjina ini Bu Renita harap-harap cemas karena sejak pendaftaran di buka, kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah ini belom dimulai juga. 

Rebutan salaman guru di SMK Benjina

"Gurunya ada dua, saya dan Fauzan," katanya lagi saat HAI ikut ngunjungin teman-teman di Kepulauan Aru barengan tim sekolah data Kemdikbud pada pertengahan Oktober lalu. 

"Sebenarnya sempat datang guru IPA. Tiga guru lainnya juga, tapi belom ngajar, ini kelasnya masih baru dimulai pas satu bulan," katanya sejak resmi beroperasi, Bu Renita mengajar mata pelajaran Fisika, meski terkadang ia juga menyampaikan materi hukum-hukum kelautan. 

Sebenarnya Bu Renita tahu, daerah yang ngajuin sekolah itu menyesuaikan dengan kebutuhan di lingkungannya. Karena di sini potensinya laut dan ikan, makanya dibangun sekolah Kelautan dan Perikanan yang secara spesifik, sekolah kejuruan ini punya dua jurusan yaitu; Nautika dan Teknik Kapal Penangkap Ikan. Hanya saja, murid SMKN 2 Benjina belom betul-betul memahami jurusan yang ada. 

"Taunya di sini ada SMK, bapak bilang masuk SMK saja biar nanti lulus bisa dapat kerja," kata Charles yang ngaku ngambil jurusan Nautika.

"Kalo saya ambil jurusan Teknika karena gemar," timpal Yabes, teman sekelas Charles . 

Jangan bingung, dua teman kita ini emang untuk sementara belajar di kelas yang sama. Katanya baru kelas dua nanti mereka dipisah setelah bener-bener tahu jurusan sesuai minatnya, dan punya ruangan kelas tentu saja.

Siswa kelas 3 ikut pendalaman materi

Anak Seberang Paling Camerlang

Kepulauan Aru punya ratusan pulau besar dan kecil yang masuk ke dalam wilayah administratifnya. Kalo ngeliat dari lembaran petanya, sebagian besar pulau-pulau yang berada di tenggara Maluku ini berkumpul menjadi satu dan kepisah oleh laut yang hanya selebaran sungai. 

Nggak heran, setiap sekolah selalu punya murid-murid yang datang atau berasal dari pulau kecil di seberang. Seringnya, letak sekolah mereka memang ada di bagian pulau yang besar, sementara teman-teman yang datang dari pulau lain mau nggak mau harus mengalah karena jadi sering disebut sebagai anak-anak seberang. 

Tapi nggak apa-apa sih, sebab kabarnya, anak seberang ini justeru dikenal selalu lebih rajin untuk datang dan belajar di kelas daripada anak-anak yang tinggal di dekat lingkungan sekolah. Bahkan, ada juga kabar, kalo anak-anak seberang ini suka nagih kalo dikasih PR. Wih semangat aja!

Vini Nangormas misalnya, jadi satu dari 6 anak seberang yang sekolah di SMK Benjina, dia dikenal paling rajin di kelasnya_rajin nagih PR juga. Ya, cewek ini emang udah terbiasa kerja keras, dia biasa pulang pergi sekolah pakai kendaraan bernama Ketinting, perahu yang rutin membawanya pergi dari rumahnya di pulau Kobroor ke sekolahnya di Benjina dan begitu terus sebaliknya.

Turun di Dermaga Kobroor

Lalu, pada Jumat siang yang terik itu, tepat setelah bel sekolah berakhir, saya pun_dengan semangat yang berkobar_ ikut menumpang naik Kapal Ketinting bersama puluhan anak seberang yang baru bubaran sekolah dari SMKN 2, SMPN 6, SMAN 6 dan juga SD Inpres Benjina. Dengan membayar Rp. 5000,- sekali lewat, saya ikut berdesak-desakan dengan anak-anak seberang untuk mencari tahu dan pengalaman gimana sih rasanya jadi setengah anak seberang? Hehehe

Hasilnya melelahkan. Saya kehausan karena setelah turun dari Kapal, ternyata masih harus berjalan selama kurang lebih 1 jam untuk bisa sampai ke perkampungan terdekat, tempat tinggal anak-anak seberang. Ini belom seberapa, kalo melihat perjuangan mereka yang pulang ke perkampungan Pulo yang lebih jauh lagi dari dermaga. Bahkan keesokan harinya, seperti nggak ada lelahnya, mereka mengulang-ulang semua itu; bangun subuh hari, jalan kaki, nyebrang pakai Ketinting dan jalan kaki lagi ke sekolah.

Belum lagi, risikop ulang pergi naik kapal adalah saat musim angin besar di mana ombak bisa datang setinggi badan. Tapi bukan anak seberang namanya kalo kalah sama ombak. Salutnya, mereka tetap nekad berangkat sekolah meski laju kapal terombang-ambing dengan payah. 

Nah, kalo dari keterangan Bu Renita, sekolah di Benjina ini emang sengaja menyelesaikan pelajaran siswanya pada jam 12 atau paling telat jam 1 siang karena setelah itu siswa harus dibubarin demi ngikutin jadwal Ketinting. 

"Nggak bisa kami memaksa mereka pulang jam 2 seperti di sekolah Jakarta karena kalo terlambat dikit, mereka nggak bisa pulang. Sayang kalo nggak naik karena udah bayar Ketinting bulanan," terang Renita. Apa iya, mereka rajin sekolah cuma karena sayang udah bayar bulanan?

Salah satu kapal milik Thailand yang dibekukan Ibu Susi

Bu Susi bilang ”Tenggelamkan”, Anak-Anak Aru Bilang ”Yuk Nyelam!”

Kalo ada yang tahu kasus kapal penangkap ikan milik perusahaan Thailand yang dinonaktifkan menteri Kelautan dan Perikanan Ibu Susi Pudjiati pada beberapa tahu silam. Sebenarnya, teman-teman di Kepulauan Aru , sebagiannya pernah ngeliat langsung gimana tegasnya Bu Susi neriakin kapal asing pencuri ikan tersebut dengan ucapan saktinya ”tenggelamkan!”

Kapal –kapal itu kini bersandar kaku di salah satu dermaga Pulau Benjina, bagian dari Kabupaten Kepulauan Aru. Jaring-jaringnya mulai membusuk lantaran kelamaan absen nangkap ika, begt juga perusahaan pengolahannya. Mau gimana lagi, meski sudah tidak aktif bekerja, kapal-kapal besar itulah yang menginspirasi teman-teman kita yang kini belajar di SMK Kelautan dan Perikanan sehingga mereka menaruh harapan bahwa suaru hari mereka yang bisa benar-bemar menangkap ikan dengan jaring-jaring yang diajarkan di sekolah kejuruan.

belajar ngukur jarak tempuh kapal

Ngelongok Sekolah maritim di Kota Dobo

Sementara anak-anak SMKN 2 Benjina belom punya jurusan yang pasti, teman-teman di SMKN 1 Kota Dobo, Ibukota Kepulauan Aru, sudah punya empat jurusan dengan jumlah siswa yang cukup memadai, yaitu dua kelas untuk setiap jurusannya.

Sekolah kejuruan ini memang sudah berdiri lebih awal. Selain jurusan Kelautan dan Perikanan seperti Nautika Penangkap Ikan dan Agribisnis Rumput Laut, mereka juga punya jurusan Teknik Sepeda Motor dan Multimedia. Meski begitu, tetap saja, teman-teman yang tinggal di kota yang sudah ada listriknya itu masih terkendala berbagai fasilitas yang mendukung mata pelajaran produktif, terlebih untuk praktikum kelautan dan perikanan.

Bahkan, meski di ruang perlengkapan sekolah ini sudah tersedia beberapa alat navigasi kapal seperti GPS, jangka peta, fishfinder, dan tali jala, namun tidak semua kelas bisa merasakan praktik dengan alat yang dimiliki sekarang karena keterbatasan jumlahnya. Hal ini yang bikin sejumlah siswa kejuruan gagap ketika ngadepin praktik kerja industri (prakerin) di mana mereka harus benar-benar terlibat langsung menjadi awak kapal dan berupaya survive di lautan.

Kalo melihat dari pengalaman magang/prakerin Devis, Yan, Sofar, Devan dan Natalia waktu mereka sama-sama sebulan di atas kapal Ambon, mereka mengaku awal-awal berlayar sangat menyenangkan, tapi karena tidak terbiasa melaut mereka akhirnya sempat mengalami muntah-muntah. ”Kita mual-mual dan muntah, empat hari di kapal,” kata Devan.

Pantai di Kota Dobo, Kepulauan Aru

Meski nggak terbiasa di atas kapal, nyatanya beberapa yang lain suka dengan kegiatan praktik di lapangan itu, karena mereka jadi lebih banyak belajar. ”Selama dinas jaga, kami bisa melihat biota kecil-kecil di dalam laut pkai alat pengeker, dan kami belajar betul-betul  soal pelayaran dan alat-alatnya,” aku Yan Meljajair ngedukung pengakuan teman-temannya.

”Kalo aja ada kapal khusus buat praktik sekolah, kami bakal terbiasa hidup di atas laut,” tambah Natalia, si bintang kelas dari jurusan Nautika.

Dari pengakuan teman-teman di SMKN 1 Dobo, selepas lulus SMK nanti kebanyakan mereka mau melanjutkan sekolah lagi ke kampus pelayaran. Sebagia lagi ada juga yang niat bekerja di kapal perikanan bahkan ada yang ingin jadi nakhoda.

”Karena cita-cita dari pertama suka membawa kapal, jadi saya mau jadi kapten kapal, jadi nakhoda perempuan. Jarang kan? Makanya saya mau melanjutkan ke Makassar,” kata natalia semangat menjawab.

Source: hai-online.com

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.